Antara
Sunnah, Bidah Dan Taklid
Oleh: Muqoffa Mahyuddin, SAg. MHum.
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah
agar kita dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien
Islam ini. Telah kita sepakati bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah
kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
“Aku
tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya
kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist
Riwayat Malik secara mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal. 999).
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu,
Imam Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan
sanadnya hasan, juga hadist ini mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya
takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar
umat Islam ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena
sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah
generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.
Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat,
golongan Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari
Allah.
Ikhwan fillah rahimakumullah
Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu
anjuran untuk mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta
memalingkan jiwa dari selain keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak
kepada pelecehan pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para
ulama atau mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian
yang dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan
pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan pendapat
seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga
pemikirannya, siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita
membawakan suatu hadits, maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah
keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah
shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut
walaupun orang disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga
benar.
Para Imam ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya mengikuti pendapat
mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal
bagi seseorang untuk mengambil
pendapat kami sebelum dia mengetahui
dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah
ta’ala dan sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah
pendapatku.”
Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya
berkata.”
Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat 1:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
RasulNya.”
Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari
langit. Aku mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda, tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”
Firman Allah dalam surat
7 ayat 3:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(dari padaNya).”
Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta
adalah banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa
terjadinya bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya
Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’
dan Qiyas. Setiap kali zaman berjalan dan manusia bertambah
jauh dari ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan.
Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan
ulama. Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan
mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya dan
tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah hukum
Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa dalil-dalil
Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut dihukumi
dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan terhadap syari’at dan tujuannya.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).
3. Fanatik buta terhadap pemikiran-pemikiran orang
tertentu
Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara
seorang muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik
buta pada zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut sebagian
madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun (penyembah-penyembah
kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah,
mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang menyelisihi pendapat
mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai,
bapak-bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak
pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama Islam ini.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij,
mereka ghuluw berlebihan dalam memahami ayat-ayat peringatan dan
ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan), janji pengampunan
dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum kuffar
Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol
terjatuhnya seorang kedalam bid’ah. Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita
sekarang ini. Karena mayoritas dari kalangan kaum Muslimin taqlid kepada
kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik. Seperti perayaan-perayaan ulang
tahun (maulid) dan mengadakan hari-hari atau minggu-minggu khusus dan perayaan
serta peringatan bersejarah (menurut anggapan mereka) seperti: peringatan
Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah
meyerupai peringatan-peringatan kaum kuffar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”. (Abu Dawud).
6. Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya
atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum
Murji’ah memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka
berkata: “Kita tidak menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada pendapat bahwa
maksiat tidak me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang disertai kekufuran. Al-Baghdadi
berkata: “Mereka dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal dari keimanan.”
Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang
mereka lakukan sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang
benar-benar sunnah mereka jauhi. Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa
mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami (Rasulullah), maka dia itu tertolak.” (Hadist riwayat Muslim).
Ihwan fillah rahimakumullah
Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita
pelajari hakekat kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan
taqlid mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita perhatikan
perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid.
Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia
tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu
mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia
bersandar pada dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian
pula mubtadi’, diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak berpegang dengan
dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan dengan mubtadi’
karena asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa dalil atau
nash.
Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang
menyimpangkan seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan
menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan
sumber kebenaran.
Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah
Subhannahu wa Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang
meminta Musa Alaihissalam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah dari berhala,
karena taqlid kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami seberangkan Bani Israil keseberang
lautan itu, maka setelah mereka sampai pada satu kaum yang telah menyembah
berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)!. Musa menjawab:
“Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)!
“sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan
batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf: 138-139).
Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka
mengetahui bahwa arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan
mudlarat, tetapi mereka tetap membikin patung anak sapi dan menyembahnya.
Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini
sangat jelas menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan
kebid’ahan bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang merupakan
sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian besar ummat
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara kita untuk keluar
dari bid’ah ini
Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam dalam banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shahih,
, karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan
RasulNya, paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas
pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara ini seorang
muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang
mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita
semua dan kepada saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam
kebid’ahan. Mudah-mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan
kekuatan iman dan takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan
menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at
Muhammadiyah (syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ),
sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar